Sunday, December 12, 2010

Singapore's AdFRIENDture (Part 3)

Universal Studio Singapore:
One day is enough, but two legs are less..

Sebenarnya bisa dibilang, puncak dari perjalanan kami ke Singapura adalah hari ini. UNIVERSAL STUDIO SINGAPORE. Yap, itulah destinasi UTAMA kami. Atau bisa dikatakan, destinasi yang paling jelas lah, wakakaaa.. Hari itu aku dan Icha agak santai, bukan karena uda beli tiket sehari sebelumnya saja, tapi lebih pada fakta bahwa Singapura itu memang beneran kecil (kalo ngga mau dibilang sempit), sehingga untuk ke USS yang pada bayangan awalku itu jauh banget (apalagi karena tempatnya di Pulau Sentosa, gw pikir ni pulau di bagian mana nya Singapura gitu), ternyata deket dan cepet banget naik MRT (tepuk tangan untuk transportasi umum yang satu ini).

Perjalanan pagi itu dimulai. Bahkan kami masih sempat-sempatnya ke Lavender street, mencari pangkalan bus tujuan Malaysia untuk membeli tiket. Pagi itu rasanya kami berjalan melewati jalan raya paling lama dan paling panjang. Biasanya kan kami masuk suatu bangunan, lalu melewati bawah tanah untuk menuju stasiun MRT. Tapi pengalaman berjalan kaki terpanjang ini cukup mengesankan juga. Kami bisa melihat beneran seperti apa sih Negara Kota ini. Bangunan-bangunan tinggi, pecinan, jalan raya, bahkan petak-petak tanah kosongnya (yang tentu saja minim sekali di sini).

Lavender Street

Hari kedua di Singapore bisa dibilang kami udah dikit ‘sok tau’ tentang jalan dan transportasi di sini, serta udah ngga gaptek lagi mengoperasikan mesin penjual tiket otomastis. Setelah pemanasan di Lavender dirasa cukup, kami segera tancap gas ke Sentosa. Tiket udah di tangan. Untuk weekdays, wisatawan dikenai SGD 66 (adult). Harga itu termasuk dua voucher masing-masing senilai SGD 5 yang bisa kita gunakan untuk makan dan membeli souvenir di dalam USS nantinya.

Waaaaw, ternyata keren banget dalamnya! Begitu masuk USS, wilayah pertama adalah Hollywood. Di mana settingannya dibuat mirip sama Hollywood boulevard gitu. Ada Pantages Hollywood Theater juga replica walk of fame nya! Di sini isinya kebanyakan tempat shopping doang, seperti Universal Studios Store, The Dark Room, Star Characters™, Silver Screen Collectibles™, Superstar Candies™, dan The Brown Derby™. Ada tiga resto juga di sini, Celebrity CafĂ© & Bakery™ (Halal, lho), Mel’s Drive-in (Halal juga), Hollywood China Bistro (ngga ada tandanya, berarti ngga halal). Ngga terlalu banyak yang menarik di sini, kecuali Universal Studios Store yang merupakan toko paling besar.

Kami berbelok ke area Madagascar. Langkah kami pun diiringi soundtrack “I Like to move it” seperti di filmnya. Di sini settingannya lebih lucu, cocok buat anak-anak (juga remaja kekanak-kanakan seperti kami). Ada beberapa wahana di sini, mulai dari King Julien's Beach Party-Go-Round (well, meskipun kami kekanak-kanakan tapi kami masih tau diri untuk tidak menaiki yang ini), Kami cuma masuk ke toko souvenirnya, Penguin Mercantile™, yang dibangun pake gedhek alias anyaman bamboo, lalu berfoto di depan patung para karakter Madagascar. Ini dia buktinya, hahaa..

Kalo mau cari makanan, di sini ada Casa Del Wild™ (Halal) dan Gloria’s Snack Shack™ yang tidak begitu menarik buat kami.

Selanjutnya, masuk ke far-far away, gambaran sebuah negeri fantasi gitu. Aku lihat banyak banget orang foto-foto di depan sebuah air mancur, apa sih kerennya? Seorang turis jepang menghampiriku dan meminta tolong untuk di foto di depan air mancur itu. Baiklah, dengan senang hat—WAAAW…! Ternyata di belakang air mancur itu ada sebuah castle besar yang baguuuuss banget! Kayak yang biasa di kartun-kartun Disney itu. Ya ampun, benda besar begitupun aku ngga lihat?! Ckckckck…

Aku dan icha pun ngga mau kalah minta juga difoto di depan istana megah itu. Lalu kami masuk ke istana yang ternyata di dalamnya ada Shrek 4-D Adventure™, sebuah teater 4D. walaupun waktu mau masuk pake acara prolog yang agak lama, tapi begitu dimulai, you’ll see, hear, and actually FEEL the action right from your seat! Saat donkey bersin misalnya, siap-siap aja kecipratan air beneran (thanks God, bukan ingus ya), lalu saat Shrek naik kuda tunggang langgang, siap-siap juga bergoyang di kursi Anda dengan hembusan angin sepoi-sepoi. Ada sedikit kejutan juga saat menonton nanti, tapi ngga usah cerita deh, biar yang pada belum ke sana jadi penasaran. Hehee..

Yuk, lanjut lagi. Sekarang kita naik yang sedikit lebih ekstrim. Hmmm, aku suka itu! Enchanted Airways™, sebuah roller coaster yang awalnya aku pikir ecek-ecek, mainan anak-anak, gara-gara bentuknya yang imut dan lucu, serta lintasannya yang ga terlalu ngeri (kelihatannya). Tapi sekali muter, wuuusssshhhh, gilaaaaa…. Dag dig dug juga. Bukan karena ketinggian sih, tapi lebih pada kemiringannya waktu belok di lintasan yang hampir kayak spiral gitu. Seru deh pokoknya, cuma tetep aja kurang lama. Kalo ngga males ngantri mungkin aku udah 5 kali tuh. Hehee

Sedangkan ride&show lainnya yang ada di Far-Far Away adalah Donkey Live™, semacam pertunjukan teater yang isinya nyanyian keledai (agak bodoh kedengarannya), juga Magic Potion Spin™, yang ‘jebule’ cuma ferris wheel miniature di dalam toko souvenir. Aku dan Icha akhirnya makan di area ini juga, tepatnya di Goldilocks™ (Halal, lho). Lumayan, sebagai seorang backpacker pemula, makan satu buah fish burger dan sepotong ayam adalah lumayan, apalagi kita kan dapet voucher SGD 5, tinggal nambah SGD 2-3 aja kok. Sedangkan air minumnya kami udah siap sedia air mineral yang kami beli seharga SGD 1 di toko.



Oke, udah kenyang? Perjalanan masih cukup panjang, ini baru setengahnya. Nah, setelah ini kita akan masuk ke area terbesar di USS. Apakah itu dan ada apa di dalamnya? Stay tune terus ya, kita sambung di part 4..

:)

Wednesday, December 1, 2010

Singapore's AdFRIENDture (Part 2)

THE D-DAY HAS COME......!


Akhirnya pagi itu aku dan Icha berangkat juga ke Singapura. Kedua Mama kami yang mengantarkan ke bandara. Perjalanan yang sebenarnya hanya dua jam itu terasa lamaaaaaaaaaa sekali. Dalam hati ini ada rasa ingin cepat-cepat sampai ke sana. Apalagi aku hanya duduk sendiri. Krik krik banget deh rasanya.

Ternyata semakin mendekati Singapura, cuaca kurang baik. Awan mendungnya tebal sekali. Pesawat pun tidak bisa langsung mendarat. Sepertinya kami berputar-putar cukup lama di atas lautan. Dari jauh terlihat pulau mungil itu tertutup awan-awan. Hmmm, makin ngga sabar mendarat di sana.

@Adisutjipto International Airport Jogja

Beberapa detik menjelang landing.. astaga.. ini tempat kayak mainan aja sih! Dari atas terlihat sekilas seperti maket yang sempurna banget lah pokoknya. (Maaf ndeso, soalnya kalau landing di tempat lain ngga ada yang pemandangannya se OK ini).

Begitu memasuki Changi airport pun, JENG JENG.. OK, ini airport emang bener kayak Mall! Hahaa.. Terlalu besar sampai membuat aku dan Icha bingung. Antar terminal pun dihubungkan dengan kendaraan khusus yang namanya Skytrain. Lucu banget, kereta monorel ini cuma dua gerbong, tapi jalannya wuussssh wuussshh deh pokoknya.

Udah nyasar masih sempet pose.. #krik

Setelah muter-muter sejenak bak anak ilang, akhirnya kami menemukan MRT Station di bandara itu. MRT (Mass Rapid Train) adalah kereta yang digunakan sebagai transportasi umum di Negara ini. Sistem dan manajemen transportasi ini udah sangat rapi dan canggih. Aku lihat, warga negaranya pun dengan penuh kesadaran memanfaatkan sekaligus menjaga fasilitas umum tersebut.

Dari Stasiun Changi Airport, kami langsung menuju ke Stasiun Little India, daerah tempat hostel kami berada. Siang itu Singapura diguyur hujan. Kami turun di Stasiun Little India, dan ternyata.. SALAH.. -_- Karena stasiun itu masih jauh dengan Fernloft Hostel tujuan kami. Seorang India yang berbadan besar dan berkulit gelap memberitahu kami informasi untuk ke sana. Kami naik MRT lagi dan berhenti di stasiun berikutnya, Farrer Park.

Nah, kami mulai membuka peta dan menemukan “Jalan Besar” dan “Kitchen Road” tempat hostel itu berada. Tampilannya minimalis, dengan sofa di lobby dan bangku-bangku tinggi di bar nya. Penjaga hostel yang orang Melayu itu melayani kami cukup ramah. Kamarnya, sebenarnya tidak sesuai yang kami pesan, seharusnya kami pesan kamar yang 6 bed tapi ternyata kami dapat kamar 14 bed. Tapi ya sudahlah, toh ngga terlalu terpengaruh dengan penghuni kamar lain, yang penting kami bisa tidur dengan nyaman dan aman.

Kami istirahat sejenak sebelum akhirnya memulai perjalanan pertama yang sebenarnya kurang kami rencanakan, ke Resort World Sentosa. Kami merencanakan ke sana pada hari ke dua. Tapi si penjaga hostel menyarankan kami untuk ke sana dan memesan tiket UNIVERSAL STUDIO SINGAPORE, karena katanya Theme Park milik Universal Studio yang baru di buka itu selalu ramai pengunjung. Jangan sampai kami kehabisan tiket.

Makanan pertama yang kami cicipi di sana adalah “nasi lemak” seharga SGD 3 yang kami beli di sebuah restoran China di dekat hostel. Lumayan untuk ukuran perut lapar. Walaupun kami yakin pasti di tempat lain ada nasi lemak yang lebih enak lagi.

Kami kembali menaiki MRT ke stasiun Harbor Front yang berada tepat di Vivo City Mall. Salah satu Mall terbesar dan terbaru di Singapura. Dari Vivo City, kami naik Sentosa Express, monorel yang mengantarkan kami ke kawasan wisata di Pulau Sentosa.

Sesampainya di sana, kami pun langsung membeli 4 tiket. Dua untuk aku dan Icha besok, sedangkan dua lagi untuk aku dan Misha tanggal 22 nanti. Waw..! Aku akhirnya dua kali ke USS karena “harus menemani” dua sahabatku ini. Rencananya memang Icha hanya akan berada di Singapura sampai tanggal 22 Agustus. Setelah itu aku meneruskan “honeymoon” ku bersama Misha sampai tanggal 24 Agustus. Mereka berdua sama-sama pengen ke USS. Kabar baiknya, mereka berdua “menraktirku” untuk tiket kedua. Hehee..

Kami berkeliling di area tersebut, sekedar jepret sana sini di tempat-tempat yang kami anggap lucu. Kembali ke Vivo City, kami ngga terlalu menikmati isi Mall nya. Ngga jauh beda kok. Kami malah lebih tertarik menikmati pemandangan Harbor Front, pelabuhan yang terletak di sisi Mall tersebut.

Desain tempatnya memang unik. Kita bisa turun ke lantai paling bawah yang persis di pinggir laut. Dari lantai di atasnya pun kita tetap bisa menikmati pemandangan yang asyik, apalagi di sore hari sambil ada angin sepoi-sepoinya gitu. Hehee..

Kami mengambil beberapa gambar di sana. Oh ya! Satu hal yang membuat ku senang lagi adalah, akhirnya aku “ketemu langsung” dengan SUPER STAR VIRGO! Kapal pesiar (Cruise) mewah yang terkenal itu sedang parkir dengan manis di Harbor Front. Nah, siapa tahu ya, pertemuan pertama ini jadi tanda kalau suatu saat aku juga akan traveling bersama SUPER STAR VIRGO.. Amin deh.


Well, kesan pertama di Singapura, jelas Negara-kota itu bersih banget. Kami berdua seringkali sering mengingatkan. Karena kalau sampai ada yang keceplosan buang sampah atau meludah sembarangan, hmmm.. selamat berpuasa di negeri orang..!











Photo of the day : "My chocolate world Hershey's"

Location : Resort World Sentosa

Photographer : Fransisca Arini

Monday, November 29, 2010

Singapore's AdFRIENDture (Part 1)

Petualang, mungkin sudah menjadi jiwaku sejak kecil. Menyusuri tempat-tempat baru yang asing dengan rasa keingintahuan yang besar, itulah aku.

Semakin aku beranjak dewasa, impian itu kian kuat, bahkan makin besar lagi dari yang dulu.
Aku ingin berpetualang keliling dunia!

18 Agustus 2010, akhirnya aku berangkat ke Singapura. Sebuah negara kecil di seberang Indonesia. Pertama kalinya dalam sejarah hidupku aku menginjakkan kaki di luar Indonesia. Semua ini awalnya spontan, aku (dan seorang sahabatku-Misha) ingin ke luar negeri sebelum usia 21. Kenapa 21? Karena tahun 2010 ini kami bersamaan merayakan ulang tahun ke 21 kami di bulan September, sekaligus merayakan 5 tahun persahabatan kami, dan karena usia 21 tahun adalah batas usia bebas fiskal. Hahaa..

Hanya tercetus dari komentar di status Facebook yang kami buat sekitar bulan Maret 2010. Malamnya, kami langsung browsing tiket promo di www.airasia.com dan... DAPAT! Kami hampir ngga bisa tidur. We were so excited sampai-sampai kami ngga bisa berhenti senyum dan ketawa sampai sakit perut. Dasar manusia keras kepala dan nekat, tak perlu diragukan lagi, kami langsung membeli tiket itu keesokan harinya, PP. Setelah itu kami baru berpikir bagaimana untuk budget perjalanan nantinya. Nah Lo!

Kami berdua bertekat ingin mengumpulkan uang untuk keberangkatan kami bulan Agustus nanti. Singkat cerita usaha kami sebenarnya tidak memberikan hasil signifikan. Malah aku harus ke Bali untuk melaksanakan KKL, dan Misha malah lolos dalam program KKN di Kamboja dari Kampusnya yang waktunya bertabrakan dengan rencana kami. Nah! Apa lagi ini?

Kami juga ngga mau menyesal seumur hidup dengan membatalkan keberangkatan kami. Akhirnya diputuskan Misha harus merelakan tiket berangkat ke Singapura miliknya, ia ke Kamboja seperti yang dijadwalkan Kampusnya, dan kami akan bertemu di Malaysia pada tanggal 21. Artinya, aku harus punya teman baru untuk ke Singapura!

Semuanya benar-benar di luar dugaan. Icha, seorang sahabat masa SMA yang aku tawari untuk ikut berpetualang ke Singapura ternyata mendapat restu penuh dari orang tuanya. Aman deh.

Waktu semakin dekat. Tiga bulan, dua bulan, satu bulan, dua minggu.. dan aku bahkan belum tahu bakal dapat uang dari mana untuk ke sana. Tabunganku masih jauh dari cukup :-(

Lagi-lagi kekuatan impian dan doa mencengangkanku. Everything just came out spontaneously, unpredictable. Dua hari sebelum aku kembali ke Jogja, aku menyempatkan diri untuk singgah ke rumah Oom Freddy dan Tante Lina, keluarga Misha yang tinggal di Bali dan banyak membantuku juga untuk bisa KKL di sana. Selain berkunjung, aku juga bermaksud mengambil titipan Tante Lina untuk Misha.

Siang itu, di kantornya, Tamara Jaya, yang terletak di Nusa Dua, Oom Freddie tiba-tiba menghampiriku dan berkata, "Non, hari ini kita makan di warung aja ya, ngga usah makan ikan bakar," katanya, yang memang sempat menjanjikan akan makan ikan bakar di pantai Jimbaran. Aku jadi ngga enak sendiri. "Ya ngga apa-apa Oom," kataku sedikit bingung juga. "Iya, soalnya Tante Lina nyuruh Oom buat ngasih ini ke kamu.." kata Oom Freddie lagi. Apa itu..? JRENG..

Lembar bertuliskan angka 100 itu sempat membuatku tertegun sejenak. The United States of America. One Hundred Dollars. WHAT..? Otakku bahkan harus loading agak lama untuk percaya bahwa itu adalah mata uang Amerika bernilai 100. What a MIRACLE..!

Ngga cuma itu, Oom dan tante bahkan sempat-sempatnya menambahkan beberapa lembar Dollar Singapura yang dulu sempat mereka punya waktu terakhir melancong ke sana. Astaga, terharu banget rasanya. Nyaris aku nangis di sana, ngga enak menerima uang sebanyak itu dari mereka. Siapa sih gue, sampe mereka begitu baiknya. Alkisah, total pemberian mereka akhirnya adalah 100 US Dollar dan 96 Singapore Dollar (SGD). I'm speechless then. Just wish God Bless them forever.. :-)

Misha berangkat lebih dulu ke Kamboja. Aku dan Icha meneruskan perjuangan selanjutnya di Jogja. Mulai dari paspor, uang, kebutuhan perjalanan, dan lain-lain. Selama beberapa bulan itu, sungguh begitu banyak pertolongan dan keajaiban yang kami terima. Tuhan sungguh luar biasa, satu lagi impianku terkabul.

Kamipun berangkat tanggal 18 Agustus 2010 dari Jogja. Aku duduk sendiri, seharusnya ada Misha di sampingku.
Begitu terharu (mellow) nya hingga aku menitikkan air mata waktu take off.
Aku mungkin ngga seberuntung mereka, orang-orang berduit yang bisa ke mana saja sesuka hati mereka. Aku ngga punya duit, aku cuma punya impian dan kekuatan untuk menggapainya. Itu bedanya.


Terima kasih Tuhan. Sungguh, ini yang menjadikan perjalanan dan pengalaman kami sangat berharga.




Sunday, November 28, 2010

Live My Love

We are dreaming about our love life
U’ll be the husband, I’ll be the wife
That’s what we always say
While walking along that way

O baby,
I don’t know what words to say
Telling u how I feel right now
This is our special day
I’m so thankful, n I’m so wooow..!!

Some people are so pessimistic,
but we’re still optimistic..
going through the obstacles,
hoping to meet the miracles..

Give me more power when I’m down
Tell me that our dreams will become true
Someday I’ll wear my wedding gown
N I’ll spend my rest life time with u

It’s such a big desire to me
Having the rest of my life time with u…

baby,Live my Love,
from now untiL forever
baby, Live my Life,
and make it brighter..



*Inspired by : Music and Lyrics*

250 Words of My Dreams

Looking at the wider beautiful world, that's what i dream.

Now I can only get it from television, print media, internet, books, and my friends. I'm probably not the kind of career women who want to get a good job in good company with a big salary, but all my worthy time runs out to the routine. (Oh, that's called BORING). I prefer to spend my time later to explore the world. Not (only) for traveling, but I also want to learn a lot of things. Not formally, but maybe from many people, places, events and experiences I get.

I think that would be great if I combine it with my other interest, writing. I once wrote for tourism media in Bali, called L'ultimo Paradiso. I would like to explore the world. Have an adventure to various places, wherever I can meet new people and see new interesting things. I love to read books, magazines, blogs, or anything about traveling, tou
rism destinations and biographies of great people from all over the world. And it reinforced my dreams.

I also wanted to share with others. Someday I hope to pour all of my feelings and experiences into a book. I am sure I would learn a lot, even more than the theory that I get from formal education. I strongly believe in the power of dreams. Many of the great things we do not know are out there, and who knows, I am the one who will disclose it.

Amen :)



One Day.. I will prove that I can be a WINNER..!

Tuesday, September 21, 2010

Mother Teresa : The Journey of Charity

"By blood, I am Albanian. By citizenship, an Indian. By faith, I am a Catholic nun. As to my calling, I belong to the world. As to my heart, I belong entirely to the Heart of Jesus."

Kutipan ini membuatku sangat tersentuh pada sosoknya yang rendah hati dan penuh karisma. Bunda Teresa, bagiku adalah tokoh sepanjang masa yang akan selalu dikenang dan menginspirasi dunia sampai kapanpun juga. Dihadapan lukisan super-besar Bunda Teresa yang tergantung di lobby kampusku, aku menuliskan kembali kisah hidup Bunda Teresa ini berdasarkan biografi yang pernah aku baca.

Agnes Bojaxhiu, begitulah nama aslinya.Dilahirkan pada tanggal 26 Agustus 1910 di kota Skopje, Albania, anak bungsu dari 3 bersaudara ini besar dalam keluarga Katolik yang merupakan kelompok minoritas di negaranya. Ayahnya adalah seorang kontraktor yang juga aktif di dunia politik. Sayangnya, Ayah Agnes, Nicholas Bojaxhiu harus meninggalkan keluarganya dalam usia yang relatif muda, 48 tahun.

Mau tak mau hal tersebut membuat sang Ibu, Dranafile Bernie, harus menopang kehidupan keluarga. Perjuangan sang Ibu ini sangat menginspirasi Agnes kecil, terutama karena di tengah-tengah kesulitan hidup, Ibu Agnes selalu mengajarkan agar Agnes selalu beriman kukuh, senantiasa percaya dan berpegang pada kehendak Tuhan. Berkat sang Ibu juga, kehidupan rohani semasa Agnes kecil sangat tertanam dengan kuat. Agnes juga sangat aktif dalam perkumpulan doa yang disebut persekutuan Bunda Maria. Agnes pun menjadi dekat dengan Pater Jambrekovi, yang mengajaknya untuk bertanya pada Tuhan Yesus yang tergantung di kayu salib,

”Apakah yang telah aku lakukan untuk Kristus, apakah yang sedang aku lakukan untuk Kristus, dan apakah yang akan aku lakukan untuk Kristus?”

Ketika usianya 14 tahun, Agnes sudah tahu ke mana ia akan pergi mengabdikan hidupnya : India. Itu terjadi setelah ia mendengar cerita tentang karya suster-suster Loreto dari Irlandia, yang juga bekerja di Kalkuta. Di usianya yang ke 18, Agnes telah menjadi anggota biara Loreto di Irlandia, dan dari sanalah ia dikirim ke India.


Sesudah 2 tahun novisiat dan mengikrarkan kaul-kaulnya, iapun resmi menjadi seorang biarawati Loreto dengan nama Maria Teresa. Sebelumnya, Bunda Teresa juga pernah berkarya sebagai pengajar di sekolah Entally. Walaupun begitu, tidak begitu banyak orang yang tahu tentang kehidupan Bunda Teresa selama mengajar di Entally, kecuali bahwa ia adalah seorang suster asal Yugoslavia.

Bunda Teresa sendiri memang tidak suka berbicara tentang dirinya sendiri. Alasannya, semasa hidup Yesus sendiri tidak ada yang menulis tentang-Nya. Padahal Kristus telah melakukan karya yang paling agung di dunia. ”Kita hanya menjalankan bagian kita yang kecil ini, sesudah itu semua akan berlalu,” begitulah kerendahan hati Bunda Teresa.
Pada tanggal 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya Bunda Teresa mengenakan sari putih dengan pinggiran garis-garis biru. Ia keluar dari Biara Loreto yang amat dicintainya untuk memasuki dunia orang-orang miskin. Ia mengunjungi keluarga-keluarga serta merawat orang-orang yang tergeletak sakit di pinggir jalan. Setiap hari ia memulai hari barunya dengan Ekaristi, kemudian pergi dengan rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Dia dalam “mereka yang terbuang, yang teracuhkan, yang tak dikasihi”. Setelah beberapa bulan, ia ditemani oleh, seorang demi seorang, para pengikutnya yang pertama.

Agar dapat memenuhi kebutuhan kaum miskin baik jasmani maupun rohani dengan lebih baik, Bunda Teresa membentuk Kongregasi Para Biarawan Misionaris Cinta Kasih pada tahun 1963. Ia juga membentuk Kerabat Kerja Bunda Teresa, yaitu orang-orang dari berbagai kalangan yang mau berbagi semangat doa, kesederhanaan, kurban silih dan karya sebagai pelayan cinta kasih. Semangat ini lalu mengilhami terbentuknya Misionaris Cinta Kasih Awam. Dalam seluruh karyanya, Bunda Teresa selalu sadar, bahwa lebih dari orang-orang lain, orang-orang miskin dan melarat itu membutuhkan iman kepada Tuhan. Ibu Teresa sendiri mengatakan, “yang paling dibutuhkan oleh orang-orang melarat ialah perasaan bahwa mereka dibutuhkan. Kebutuhan ini bahkan lebih daripada kebutuhan akan makanan, pakaian dan perumahan.”

Ia memulai pelayanannya dengan membuka sekolah pada 21 Desember 1948 di lingkungan kumuh. Karena tidak ada dana, ia membuka sekolah terbuka di sebuah taman. Di sana ia mengajarkan pentingnya hidup sehat, juga membaca dan menulis pada anak-anak miskin. Selain itu, berbekal pengetahuan medis, ia juga membawa anak-anak yang sakit ke rumahnya dan merawatnya.

Tuhan memang tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya berjuang sendirian. Inilah yang dirasakan oleh Bunda Teresa saat perjuangannya mulai mendapat perhatian. Tidak hanya dari individu-individu, melainkan juga dari berbagai organisasi gereja. Selama tahun-tahun berikutnya, dari semula dilayani dua belas orang, Missionary of Charity berkembang hingga dapat melayani ribuan orang. Bahkan 450 pusat pelayanan tersebar di seluruh dunia untuk melayani orang-orang miskin dan telantar. Ia juga salah satu pionir yang membangun rumah bagi penderita AIDS.


Karena karyanya yang begitu besar di bidang kemanusiaan dan juga
perdamaian,Bunda Teresa menerima Nobel Perdamaian pada tahun 1979, dan penghargaan-penghargaan lainnya. Dalam pidatonya saat menerima hadiah Nobel Perdamaian tersebut, ia berkata :”Tidak cukup kita berkata 'aku mencintai Tuhan', tetapi membenci sesama. Kalau demikian, aku seorang pembohong. Bagaimana saudara dapat mencintai Tuhan, yang tidak dapat dilihat, bila saudara tidak mencintai sesama yang kelihatan, yang dapat dipegang, yang jadi kawan kita dalam hidup bersama?”
Namun kemasyhuran namanya tidak memudarkan cara hidupnya yang sederhana dan penuh cinta-kasih. la berjalan dengan kaki telanjang ke mana saja bila perlu dan tidur di lantai rumah-rumah penampungan orang miskin bersama suster-suster dan novis-novisnya. la makan makanan orang sederhana dan minum air putih. Seperti semua susternya, ia hanya mempunyai dua buah baju sari putih.

Suatu hari di tahun 1986, seorang wartawan mengajukan pertanyaan nakal kepadanya, “Ibu, apakah Ibu takut mati?” Bunda Teresa menatap mata sang wartawan sesaat, lalu bertanya,
“Di mana engkau tinggal?”
“Di Milan.”
“Kapan engkau berencana pulang?”
“Kuharap malam ini, agar Sabtu besok dapat aku lewatkan bersama keluargaku.”
“Bagus, bagus,” kata Bunda Teresa. “Ya, begitulah. Aku pun akan sama gembiranya denganmu jika aku bisa mengatakan bahwa malam ini aku akan mati. Dengan kematian, aku akan pulang. Aku akan pergi ke surga dan berjumpa dengan Yesus, kepada siapa aku telah membaktikan diriku. Segala yang kulakukan di dunia ini aku lakukan demi kasihku kepada-Nya. Karenanya, mati berarti pulang ke rumah. Ribuan orang meninggal dalam pelukanku. Hingga sekarang, sudah lebih dari 40 tahun aku membaktikan hidupku bagi mereka yang sakit dan mereka yang sekarat. Para susterku dan aku membawa mereka dari jalanan ke wisma-wisma kami agar mereka dapat meninggal dalam ketenangan. Banyak dari antara mereka yang meninggal dalam pelukanku, sementara aku tersenyum kepada mereka dan mengusap dahi mereka yang gemetar. Dalam saat-saat yang sulit itu, terjalinlah kasih di antara kami. Siapa tahu, sambutan yang bagaimanakah yang akan mereka berikan kepadaku apabila mereka melihatku nanti?”

Sepanjang tahun-tahun terakhir hidupnya, meskipun mengalami gangguan penyakit yang cukup parah, Bunda Teresa tetap mengendalikan kongregasinya serta menanggapi kebutuhan orang-orang miskin dan Gereja. Pada tahun 1997, para biarawatinya telah hampir mencapai 4000 orang, tergabung dalam 610 cabang dan tersebar di 123 negara dari berbagai belahan dunia. Pada bulan Maret 1997, Bunda Teresa memberikan restu kepada Sr. Nirmala MC, penerusnya sebagai Superior Jenderal Misionaris Cinta Kasih. Setelah bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II untuk terakhir kalinya, ia kembali ke Calcutta dan melewatkan minggu-minggu terakhir hidupnya dengan menerima kunjungan para tamu dan memberikan nasehat-nasehat terakhir kepada para biarawatinya.
Pada tanggal 5 September 1997 jam 9:30 malam, Bunda Teresa pun berpulang dalam damai. Jenazahnya dipindahkan dari Rumah Induk ke Gereja St. Thomas, Gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan kaki pertama kalinya di India hampir 69 tahun yang lalu. Ratusan ribu pelayat dari berbagai kalangan dan agama, dari India maupun luar negeri, berdatangan untuk menyampaikan penghormatan terakhir mereka. Bunda Teresa mewariskan teladan iman yang kokoh, harapan yang tak kunjung padam, dan cinta kasih yang luar biasa.

Pada hari Minggu 19 Oktober 2003, Paus Yohanes Paulus II menobatkan Bunda Teresa dari Kalkuta menjadi beata. Pemberian gelar beata adalah pernyataan resmi Paus bahwa orang itu telah mendapat kebahagiaan surgawi. Dengan menjadi beata, secara resmi hanya tinggal satu langkah lagi bagi Bunda Teresa untuk menjadi Santa.

Salah satu hal yang menginspirasi dari Bunda Teresa adalah ia hanya mau mendukung gerakan perdamaian. Mengapa? Karena gerakan anti-kekerasan adalah kekerasan. “Kekerasan itu jelas perbuatan kekerasan dan anti itu sendiri adalah kekerasan karena ada perlawanan,"katanya. Seperti dalam buku The Secret karya Rhonda Byrne halaman 167 yang menyebutkan bahwa gerakan anti-perang menciptakan lebih banyak perang, dan gerakan anti-narkoba justru menciptakan lebih banyak lagi narkoba. Bunda Teresa sendiri pernah mengatakan “ Jika ada demo anti perang saya tidak akan datang. Jika ada demo pro damai undanglah saya.”

Semangat juang Ibu Teresa inilah yang harus tetap kita pertahankan. Pelayanannya yang tulus kepada yang lemah, miskin, dan tersingkir, juga sikap positifnya yang luar biasa, dan kecintaannya terhadap perdamaian, dan bukannya memerangi perang. Itulah ternyata yang menjadi rahasia bagi Ibu Teresa. Beliau sangat mengerti sekali mengenai the law of attraction atau hukum tarik menarik. Kita pun bisa melihat sendiri buktinya, walaupun di tengah-tengah orang sakit, namun Ibu tidak tertular penyakit dan tetap kuat.

Selain itu, di tengah-tengah kehidupannya bersama orang-orang miskin yang serba kekurangan, Ibu teresa juga tidak pernah merasa khawatir akan kekurangan. ”Tidak pernah saya memikirkan soal uang. Uang selalu datang. Tuhan mengirimkannya. Karena kami melakukan karya-Nya. Maka Ia menyediakan sarana. Jika Tuhan tidak memberikan sarana, itu sudah merupakan satu petunjuk bahwa Ia tidak merestui pekerjaan tersebut. Nah, mengapa cemas?”








Let us always meet each other with smile, for the smile is the beginning of love.
Mother Teresa

Friday, July 23, 2010

"Powerful Woman is (NOT) an Anomaly"

People used to think of a powerful man as a born leader and a powerful woman as an anomaly. (Margaret Atwood)
Memang, menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah. Tapi mungkin sosok yang satu ini dapat memecah mitos yang mengatakan bahwa "a powerful woman is an anomaly".

Dialah Pendeta Rosmalia Barus, seorang Pendeta wanita berdarah Batak Karo yang telah berkarya bagi Gereja, khususnya di bidang pemberdayaan anak dan perempuan selama hampir 26 tahun.

Menjadi seorang Pendeta awalnya bukan merupakan hal yang mudah bagi Ibu Ros, begitu beliau akrab disapa.

Apalagi saat itu di gerejanya, GBKP (Gereja Batak Kristen Protestan), sempat terjadi pro dan kontra tentang Pendeta wanita. Namun, sifat Ibu Ros yang keras dan berjiwa pemimpin membuat beliau tetap berusaha memperjuangkan hak-hak perempuan agar disetarakan dengan laki-laki.


Setelah lulus dari Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ujung Pandang, beliau akhirnya menjadi Pendeta pada tahun 1985. Karir beliau sebagai Pendeta benar-benar dimulai dari nol, beliau mengawali pelayanannya di Desa Lingga, suatu desa terpencil di provinsi Sumatera Utara.

Hidup yang sangat pas-pasan pun pernah dialaminya sekeluarga. Apalagi saat itu sang suami, bapak Siong Lokollo, juga hanya mengandalkan usaha kecil-kecilan di desa tersebut.


Namun Tuhan memang tidak pernah menutup mata. Berkat ketekunan dan kesetiaannya dalam pelayanan, Pendeta Rosmalia Barus mengaku selalu saja ada berkat yang diterima oleh keluarganya.

Entah itu dari Gereja maupun dari jemaatnya. Hal inilah yang kemudian turut mengangkat kehidupan keluarga serta karir Ibu Ros.

Pendeta yang dikaruniai 4 orang anak ini mulai dipercaya untuk tugas-tugas berskala Internasional. Tugas pertamanya ke luar negeri saat itu adalah ke Amerika. Beberapa negara di Asia juga pernah dikunjunginya seperti Taiwan, Korea, Malaysia dan Thailand.

Kesuksesan demi kesuksesan dalam menjalankan berbagai program dan kegiatanpun akhirnya menuntun Pendeta yang aktif dan pekerja keras ini untuk mengemban tugas di Ibukota pada tahun 2004.

DPA (Demi Perempuan dan Anak)

Bagi seorang Ibu seperti Pdt. Rosmalia barus, kehidupan perempuan dan anak tentu merupakan dunia yang sangat dekat dengannya. Apalagi setelah beliau dipercaya untuk menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Dewan Perempuan dan Anak (DPA) di Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) pada tahun 2005.


Kecintaan beliau pada dunia perempuan dan anak juga membuat wanita yang berpenampilan sederhana ini benar-benar tulus mengemban tugasnya di PGI.

Selama menjabat di PGI, Pendeta Rosmalia juga sempat membuat gebrakan-gebrakan bagi pemberdayaan anak dan perempuan, khususnya di lingkup Gereja.

PERCASMI misalnya. Perkemahan Ceria anak Sekolah Minggu ini merupakan salah satu program yang dimotori oleh Beliau dan menjadi agenda tahunan PGI hingga saat ini.

Tak hanya itu, pendeta yang dulunya hanya Ketua Moria (organisasi perempuan di Gereja) ini juga sering terlibat dalam kegiatan dan gerakan yang berhubungan dengan dunia perempuan.

Salah satunya adalah “Gerakan Perempuan Cinta Damai” yang diikuti perwakilan dari perempuan Katolik, Islam, dan Protestan yang mengusung tema “Perempuan sebagai Agen Pemberdayaan”.


Wonder Mommy


Di tengah keluarga sendiri, Pendeta Rosmalia dikenal sangat penyabar, perhatian dan penyayang. Keempat anaknya sekarang menuntut ilmu di kota pelajar Yogyakarta, sedangkan beliau bertugas di Medan.


Namun, jarak yang memisahkan Pendeta Ros dari keluarga ini bukanlah halangan. Komunikasi mereka terbangun lancar. Bahkan, dalam kesempatan-kesempatan tugas tertentu, Pendeta Ros seringkali juga mengunjungi anak-anaknya di Jogja.

Begitu pula saat masih bertugas di Jakarta, hari libur adalah hari yang paling ditunggu-tunggu Sabarita dan Theoharis, putri dan putra Pendeta Ros yang hampir selalu rutin meluangkan waktu liburnya bersama Mama tercinta di Jakarta.


“Mama itu Wonder woman deh pokoknya,” komentar Grace Altony, putra kedua Ibu Rosmalia saat ditanya tentang sosok 'Mama Ros' di keluarganya. Baik dalam keluarga, pekerjaan maupun pelayannya, Pendeta Rosmalia Barus telah membuktikan bahwa wanita juga bisa menjadi yang terdepan.